Jalak Bali memiliki nama latin
Leucopsar Rothschildi, yaitu sejenis burung pengicau yang memiliki ukuran
sedang, dengan panjang kurang lebih 25cm, dari suku sturnidae. Ia turut
dikenali sebagai curik dari pada jalak. Jalak bali mempunyai tanda-tanda
spesial, diantaranya mempunyai bulu yang putih di semua tubuhnya jika pada
ujung ekor serta sayapnya yang berwarna hitam. Sisi pipi yang tidak ditumbuhi
bulu, berwarna biru cerah serta kaki yang berwarna keabu-abuan. Burung jantan
serta betina sama.
Endemik indonesia, jalak bali cuma ditemukan
di hutan pada bagian barat pulau Bali. Burung Jalak Bali ini
merupakan satu-satunya spesies endemik yang ada di bali serta pada th. 1991
dinobatkan sebagai simbol fauna provinsi bali. Keberadaan hewan/burung endemik
ini dilindungi oleh undang-undang.
Burung
jalak bali ditemukan pertama kalinya pada th. 1910. Nama ilmiah jalak bali
diberi nama menurut ahli hewan yang memiliki kebangsaan inggris, walter
rothschild, sebagai orang pertama yang mana telah mendeskripsikan spesies ini
ke dunia ilmu pengetahuan pada th. 1912.
Dikarenakan
tampilannya yang indah serta elok, jalak bali menjadi diantara burung yang
sangat diminati oleh beberapa kolektor serta pemelihara burung. Penangkapan
secara liar, hilangnya habitat hutan asli, dan tempat burung ini ditemukan amat
terbatas mengakibatkan populasi burung ini cepat berkurang serta terancam punah
dalam kurun waktu yang singkat. Untuk menghindarkan perihal ini sampai
berlangsung, beberapa besar kebun binatang di semua dunia menggerakkan program
penangkaran jalak bali.

Jalak
bali mempunyai fisik yang amat unik. Ukuran tubuhnya termasuk dalam kategori
sedang berkisaran antara 22 hinggan 26 cm waktu dewasa. Mempunyai bulu putih di
semua tubuhnya, jika pada ujung ekor serta sayapnya berwarna hitam. Mata
berwarna cokelat tua, area di sekitar kelopak mata tidak berbulu dengan
berwarna biru tua. Sisi bagian pipi yang tidak ditumbuhi bulu, memiliki warna
biru cerah serta kaki yang berwarna keabu-abuan. Namun di bagian belakang
kepala ada bulu surai yang berwarna putih. Jalak bali memiliki kaki berwarna
abu-abu dengan 4 jari jemari ( 1 ke belakang serta 3 ke depan ). Paruh runcing
dengan panjang antara 2 – 5 cm, dengan wujud yang khas di mana di bagian
atasnya ada peninggian yang memipih tegak. Warna abu-abu agak kehitaman dengan
ujung berwarna kuning kecokelat-cokelatan. Sukar membedakan ukuran badan burung
jalak bali jantan dengan betina, tetapi secara umum yang jantan agak semakin
besar serta mempunyai kuncir yang lebih panjang. Jalak bali adalah type burung
omnivora.
Makanan
Jalak Bali
Di alam liar jalak bali punya kebiasaan mengonsumsi buah-buahan hutan,
ulat serta serangga yang ada melimpah. Untuk area tinggal, jalak bali biasa
melacak lubang dipohon untuk berlindung serta bertelur. Mereka dapat memasuki
periode kawin pada bln. September-maret yang ditandai dengan berpasangan burung
jantan serta betina. Periode bertelur berlangsung pada bln. Januari-maret.
Jumlah telur yang dihasilkan sejumlah 2-4 butir dengan warna hijau kebiruan
berdiameter rata-rata 3 cm. Jalak bali terhitung mempunyai presentase penetasan
yang rendah dikarenakan cuma satu atau dua butir saja yang menetas. Perihal
tersebut adalah di antara pemicu susahnya mengembangkan populasi jalak bali.

Burung Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) termasuk satwa liar yang dilindungi undang-undang, sebagaimana tertuang dalam Lampiran PP No. 7 Tahun 1999, dan ada kententuan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 bahwa:
1.
Barangsiapa dengan Sengaja menangkap, melukai, membunuh,
menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang
dilindungi dalam keadaan hidup; (Pasal 21 ayat (2) huruf a), diancam dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2));
2. Barang Siapa Dengan
Sengaja menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa
yang dilindungi dalam keadaan mati (Pasal 21 ayat (2) huruf b), diancam dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2));
3. Dengan Sengaja
memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa
yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau
mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di
luar Indonesia; (Pasal 21 ayat (2) huruf d), diancam dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus
juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2)).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar